Oleh
: Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah
Allah
ta’ala telah berfirman :
إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ
وَيَبْغُونَ فِي الأرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ
أَلِيمٌ
“Sesungguhnya
dosa itu atas orang-orang yang berbuat dhalim kepada manusia dan melampaui batas
di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat ‘adzab yang pedih”
[QS. Asy-Syuuraa : 42].
كَانُوا لا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا
كَانُوا يَفْعَلُونَ
“Mereka
satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat.
Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu”
[QS. Al-Maaidah : 72].
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ...
”Setiap orang di antara kalian adalah pemimpin, dan setiap orang di
antara kamu akan dimintai pertanggungan jawab atas apa yang
dipimpinnya...”.[1]
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا.
الظُّلْمُ، ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
أَيُّمَا رَاعٍ غَشَّ رَعِيَّتَهُ فَهُوَ فِي
النَّارِ.
مَنِ اسْتَرْعَاهُ اللهُ رَعِيَّةً ثُمَّ لَمْ يُحِطْهَا
بِنُصْحٍ إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الجَنَّةَ. متفق عليه. وفي لفظ : يَمُوتُ
حِينَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاسِ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ
الْجَنَّةَ.
”Barangsiapa yang diangkat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, kemudian
ia tidak mencurahkan kesetiaannya, maka Allah haramkan baginya
surga” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim]. Dalam lafadh yang lain
disebutkan : ”Ia mati dimana ketika matinya itu ia dalam keadaan menipu
rakyatnya, maka Allah haramkan baginya surga”.[5]
مَا مِنْ أَمِيْرِ عَشْرَةٍ إِلَّا يُؤْتَى بِهِ مَغْلُولَةً
يَدَهُ إِلَى عُنُقِهِ، أطْلَقَهُ عَدْلُهُ أَوْ أوْبَقَهُ جَورُ
”Tidaklah ada seorang pun yang memimpin sepuluh orang, kecuali ia
didatangkan dengannya pada hari kiamat dalam keadaan tangannya terbelenggu di
lehernya. Entah keadilannya akan membebaskannya ataukah justru kemaksiatannya
(kedhalimannya) akan melemparkanya (ke neraka)”.[6]
اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ هَذِهِ أُمَّتِي شَيْئاً
فَرَفَقَ بِهِمْ، فَارْفُقْ بِهِ. وَمَنْ شَقَّ عَلَيْهَا فَاشْفُقْ عَلَيْهِ. رواه
مسلم.
”Ya Allah, siapa saja yang mengurus urusan umatku ini, yang kemudian ia
menyayangi mereka, maka sayangilah ia. Dan siapa saja yang menyusahkan mereka,
maka susahkanlah ia” [Diriwayatkan oleh Muslim].[7]
سَيَكُونُ أُمَرَاءُ فَسَقَةٌ جَوَرَةٌ، فَمَنْ صَدَّقَهُمْ
بِكَذِبَهُمْ، وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنهُ،
وَلَنْ يَرِدَ عَلَيَّ الْحَوْضَ.
”Akan ada nanti para pemimpin yang fasiq lagi jahat. Barangsiapa yang
membenarkan kedustaan mereka dan menolong kedhalimannya (atas rakyatnya), maka
ia bukan termasuk golonganku dan aku bukan termasuk golongannya. Ia tidak akan
sampai pada Al-Haudl (telaga)”.[8]
مَا مِنْ قَوْمٍ يُعْمَلُ فِيهِمْ بِالْمَعَاصِي هُمْ أَعَزُّ
وَأَكثَرُ مِمَّنْ يَعمَلُهُ، ثُمَّ لَمْ يُغَيِّرُوا إِلَّا عَمّهُمُ اللهُ
بِعِقَابٍ.
”Tidaklah satu kaum yang di dalamnya dikerjakan satu perbuatan maksiat,
dimana mereka yang tidak mengerjakan kemaksiatan itu lebih kuat dan lebih banyak
daripada yang mengerjakannya, namun mereka tidak mengubah kemaksiatan tersebut;
niscaya Allah akan menimpakan hukuman adzab pada mereka semua”.[9]
وروى أبو عبيدة بن عبد الله بن مسعود، عن أبيه قال : قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم : وَالَّذَي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ، وَلَتَأْخُذَنَّ عَلَى يَدِ
الْمُسِيءِ، وَلَتَأْطِرُنَّهُ عَلَى الْحَقِّ أَطْراً، أَوْ لَيَضْرِبَنَّ الله
بِقُلُوبِ بَعْضِكُمْ عَلَى بَعْضٍ ثُمَّ يَلْعَنَكُمْ كَمَا لَعَنَهُمْ - يعني بني
إسرائيل - عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْن مَرْيَمَ.
Abu ’Ubaidah bin ’Abdillah bin Mas’ud meriwayatkan dari ayahnya, ia
berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam :
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaklah kalian menyuruh yang
ma’ruf dan mencegah yang munkar, mengambil tangan orang-orang yang bersalah dan
mengembalikannya kepada kebenaran dengan sebenar-benarnya; atau Allah akan
memisahkan hati sebagian kalian dengan sebagian yang lain, kemudian Allah
melaknat kalian sebagaimana Allah telah melaknat mereka – yaitu Bani Israail –
melalui lisan Dawud dan ‘Isa bin Maryam”.[10]
Dan dari Aghlab bin Tamiim : Telah menceritakan kepada kami Al-Mu’allaa
bin Ziyaad, dari Mu’aawiyyah bin Qurrah, dari Ma’qil bin Yasaar, dari Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِيْ لَا تنَالُهُمَا شَفَاعَتِيْ :
سُلْطَانٌ ظَلُوْمٌ غَشَوْمٌ، وَغَالٍ فِي الدِّيْنِ، يَشْهَدُ عَلَيْهِمْ
وَيَبْرَأُ مِنْهُمْ
“Ada
dua golongan dari umatku yang tidak akan disentuh oleh syafa’atku : (1) seorang
pemimpin yang dhalim lagi penipu, dan (2) orang yang berlebih-lebihan dalam
agama (ghulluw) yang bersaksi atas (kepemimpinan) mereka namun berlepas diri
dari mereka”.
Hadits
ini lemah (dla’iif). Ibnu Maalik telah meriwayatkan dimana ia berkata :
Telah berkata Manii’ : Telah menceritakan kepadaku Mu’aawiyyah bin Qurrah,
dengan lafadh semisal. Adapun Manii’ ini, tidak diketahui siapa dia
sebenarnya.[11]
Telah
berkata Muhammad bin Juhaadah, dari ‘Athiyyah, dari Abu Sa’iid Al-Khudriy secara
marfuu’ :
أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِمَامٌ
جَائِرٌ
Dari
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
أَيُّهَا النَّاسُ : مُرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَوْنَ عَنِ
الْمُنْكَرِ قَبْلَ أَنْ تَدْعُوا اللهَ فَلَا يَسْتَجِيْبُ لَكُمْ، وَقَبْلَ أَنْ
تَسْتَغْفِرُوهُ فَلَا يَغْفِرُ لَكُمْ، إِنَّ الْأَمْرَ بِالْمَعْرُوْفِ
وَالنَّهْيَ عَنِ الْمُنْكَرِ لَا يَدْفَعُ رِزْقًا وَلَا يُقَرِّبُ أَجَلًا،
وَإِنَّ الَأَحْبَارَ مِنَ الْيَهُودِ وَالرُّهْبَانَ مِنَ النَّصَارَى لَمَّا
تَرَكُوا الْأَمْرَ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيَ عَنِ الْمُنْكَرِ لَعَنَهُمُ اللهُ
عَلَى لِسَانِ أَنْبِيَائِهِمْ ثُمَّ عَمَّهُمْ بِالْبَلَاءِ
“Wahai
sekalian manusia : Perintahkanlah untuk berbuat yang ma’ruf dan melarang
perbuatan munkar sebelum kalian berdoa kepada Allah namun Ia tidak
mengabulkannya, dan sebelum kalian meminta ampun kepada-Nya, namun Ia tidak
mengampuni kalian. Sesungguhnya memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang
dari perbuatan munkar tidak berakibat tertahannya rizki dan mendekatkan apa yang
tertahan/tertunda. Dan sesungguhnya para rahib dari kalangan Yahudi dan pendeta
dari kalangan Nashrani ketika mereka meninggalkan perbuatan memerintahkan kepada
yang ma’ruf dan melarang dari perbuatan munkar, Allah melaknat mereka melalui
lisan para nabi mereka, kemudian menimpakan bencana pada mereka secara
merata”.[13]
Beliau
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ
رَدٌّ
“Barangsiapa
yang mengada-adakan sesuatu dari urusan kami yang bukan berasal darinya, maka ia
tertolak”.[14]
مَنْ أَحْدَثَ حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ
اللهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ، لَا يُقْبَلُ مِنْهُ صَرفًا وَلَا
عَدْلًا
“Barangsiapa
yang melakukan perbuatan jahat atau melindungi pelaku kejahatan, maka baginya
laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia. Tidak diterima darinya
amal wajib maupun amal sunnah (yang ia kerjakan)”.[15]
مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ
لَا يَرْحَمُ اللهُ مَنْ لا يَرْحَمُ النَّاسَ
مَا مِنْ أَمِيْرٍ يَلِي أُمُورَ الْمُسْلِمِيْنَ لَا يَجْهَدُ
لَهُمْ وَيَنصَحُ لَهُمْ؛ إِلَّا لَمْ يَدْخُلْ مَعَهُمُ الْجَنَّةَ
“Tidak
ada seorang pemimpin/penguasa pun yang diserahi urusan kaum muslimin kemudian ia
tidak bersungguh-sungguh mengurusi mereka dan menasihati mereka, melainkan ia
tidak akan masuk surga bersama mereka”.[18]
مَنْ وَلَّاهُ اللهُ شَيئًا مِنْ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ
فَاحْتَجَبَ دُونَ حَاجَتِهِمْ وَخَلَّتِهِمْ وَفَقْرِهِمْ احْتَجَبَ اللهُ دُونَ
حَاجَتِهِ وَفَقْرِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa
yang diserahi kepemimpinan terhadap urusan kaum muslimin namun ia menutup diri
tidak mau tahu kebutuhan mereka dan kefakiran mereka, niscaya Allah tidak akan
memperhatikan kebutuhannya dan kefakirannya di hari kiamat”.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidziy.[19]
الْإِمَامُ الْعَادِلُ يُظِلُّهُ اللهُ فِي ظِلِّهِ
الْمُقْسِطُونَ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ، الَّذِيْنَ
يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيْهِمْ وَمَا وَلُوا
“Orang-orang
yang ‘adil berada di mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya, dimana mereka
berbuat ‘adil dalam hukum mereka, keluarga mereka, dan siapa saja yang berada di
bawah kepemimpinan mereka”.[21]
شِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِيْنَ تَبْغُضُوْنَهُمْ
وَيُبْغِضُوْنَكُمْ، وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ. قالوا : يا رسول الله !
أفلا ننابذهم ؟ قال : لَا، مَا أَقَامُوا فِيْكُمُ الصَّلَاةَ
“Seburuk-buruk
pemimpin kalian adalah (orang) yang kalian membencinya dan mereka pun membenci
kalian, kalian melaknatnya dan mereka pun melaknat kalian”.
Para shahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, tidakkah kita boleh menyingkirkannya
?”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidak, selama
mereka mendirikan shalat di tengah-tengah kalian”.[22] Keduanya (yaitu hadits ini dan
sebelumnya) diriwayatkan oleh Muslim.
إِنَّ اللهَ لَيُمْلِي لِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ
يُفْلِتْهُ، ثُمَّ قَرَأَ : {وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى
وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ}. متفق عليه
“Sesungguhnya
Allah benar-benar mengulur waktu bagi orang yang dhaalim hingga jika Ia
mematikannya, Ia tidak akan meluputkannya”.
Kemudian beliau membaca ayat : “Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia
mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu
adalah sangat pedih lagi keras”.[23] Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy dan
Muslim.
Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada Mu’aadz saat beliau
mengutusnya ke negeri Yaman :
إِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ، وَاتَّقِ دَعْوَةَ
الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌُ. متفق
عليه
“Berhati-hatilah
engkau terhadap harta-harta kesayangan mereka. Dan takutlah engkau terhadap doa
orang yang terdhalimi, karena sesungguhnya tidak ada satu pun penghalang
antaranya dan Allah”.[24] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan
Muslim.
إِنَّ شَرَّ الرِّعَاءِ الْخُطَمَةُ. متفق عليه
“Sesungguhnya
seburuk-buruk penguasa adalah penguasa yang dhalim”.[25] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan
Muslim.
ثَلَاثٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللهُ....... فذكر منهم الملك
الكذاب
“Ada
tiga golongan yang tidaka akan diajak bicara oleh Allah…………”.
Kemudian beliau menyebutkan di antaranya pemimpin pendusta.[26]
Allah
ta’ala berfirman :
تِلْكَ الدَّارُ الآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لا
يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الأرْضِ وَلا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ
لِلْمُتَّقِينَ
“Negeri
akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri
dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi
orang-orang yang bertakwa”
[QS. Al-Qashshash : 83].
Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُوْنَ عَلَى الْإِمَارَةِ، وَسَتَكُوْنُ
نَدَامَةَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. رواه البخاري
“Sesungguhnya
kalian akan sangat menginginkan kekuasaan (‘imarah) padahal kelak ia akan
menjadi penyesalan di hari kiamat”.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari.[27]
إِنَّا وَاللهِ لَا نُوَلِّي هَذَا الْعَمَلَ أَحَدًا سَأَلَهُ،
أَوْ أَحَدًا حَرَصَ عَلَيْهِ. متفق عليه
“Sesungguhnya
kami – demi Allah – tidak akan menyerahkan pekerjaan (yaitu jabatan) ini kepada
orang yang memintanya atau orang yang berambisi kepadanya”.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim.[28]
يَا كَعْبَ بْنِ عُجْرَةََ ! أَعَاذَكَ اللهُ مِنْ إِمَارَةِ
السُّفَهَاء؛ أُمَرَاءُ يَكُونُونَ مِنْ بَعْدِيْ وَلَا يَهْتَدُونَ بِهَدْيِيْ،
وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِيْ. صححه الحاكم
“Wahai
Ka’b bin ‘Ujrah ! Semoga Allah melindungimu dari kepemimpinan orang-orang
pandir. Para pemimpin yang muncul setelahku dimana mereka tidak mengambil
petunjuk dengan petunjukku dan mengambil sunnah dengan sunnahku”.
Dishahihkan oleh Al-Haakim.[29]
ثَلَاثٌُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٍ لَا شَكَّ فِيْهِنَّ :
دَعوَةُ الْمَظْلُومِ، وَدَعوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى
وَلَدِهِ - سنده قوي
“Ada
tiga doa mustajab yang tidak ada keraguan padanya : doa orang yang teraniaya,
doa orang yang sedang bepergian (musafir), dan doa orang tua kepada
anaknya”.[30] Sanadnya kuat.
[selesai
– dikutip oleh Abu Al-Jauzaa’ dari kitab Al-Kabaair oleh Adz-Dzahabiy,
hal. 37-44, tahqiq & takhrij : ‘Abdurrazzaaq Al-Mahdiy; Daarul-Kitaab
Al-‘Arabiy, Cet. Thn. 1425 H]
[1]
Perkataan tersebut merupakan penggalan hadits yang diriwayatkan oleh
Al-Bukhari (no. 2554, 5188, dan 5200), Muslim (no. 1829), Abu Dawud (no. 2928),
At-Tirmidzi (no. 1705), Ahmad (2/5, 2/54-55, dan 2/111), dan Ibnu Hibban (no.
4489); yang semuanya merupakan hadits dari ‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu
‘anhuma.
[2]
Shahih. Diriwayatkan oleh Ahmad (2/242 dan 417), Muslim (no. 101),
Abu Dawud (no. 3455), At-Tirmidzi (no. 1315), Ibnu Majah (no. 2224), Abu
‘Awaanah (1/57), Ath-Thahawi dalam Musykilul-Aatsaar (2/139), Ibnul-Jarud
dalam Al-Muntaqaa (no. 564), Al-Haakim (2/8-9), dan Al-Baihaqi (5/325);
yang semuanya merupakan hadits dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu.
Dalam bab ini, terdapat banyak hadits yang dibawakan oleh sejumlah shahabat.
Silakan lihat takhrij hadits ini selengkapnya dalam Al-Ihsaan fii
Taqriibi Shahih Ibni Hibbaan (no. 567) dengan tahqiq : Asy-Syaikh
Syu’aib Al-Arna’uth.
[3]
Shahih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 2447), Muslim (no. 2579),
Ahmad (2/92, 106, 136, 137, 156, dan 159), dan At-Tirmidzi (no. 2030); dari
hadits ‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma.
[4]
Shahih. Diriwayatkan dengan lafadh ini oleh Ahmad (5/25), dan yang
semisal dengannya oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir (20/506, 513, 514,
515, 516, 517, 518, 519, 524, 533, dan 534); dari hadits Ma’qil bin Yasaar,
dimana asal hadits tersebut dalam Ash-Shahihain.
[5]
Shahih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 7150-7151), Muslim (no.
142), Ad-Daarimiy (2/324), Al-Baghawi dalam Al-Ja’diyaat (no. 3261),
Ath-Thayaalisiy (no. 928-929), Ahmad (5/25, 27), Ath-Thabarani dalam
Al-Kabiir (2/449, 455, 456, 457, 458, 459, 469, 472, 473, 476, dan 478),
Ibnu Hibban (no. 4495), Al-Baihaqi (9/41), dan Al-Baghawi dalam
Syarhus-Sunnah (no. 4278); semuanya dari hadits Ma’qil bin Yasaar
radliyallaahu ‘anhu.
[6]
Shahih bi-syawaahidihi. Diriwayatkan oleh Al-Bazzaar sebagaimana
dalam Kasyful-Astaar (1640) dan Ath-Thabarani dalam Al-Ausath
sebagaimana dalam Al-Majma’ (5/205), dari hadits Abu Hurairah
radliyalaahu ‘anhu. Al-Haitsami berkata : “Para perawi dalam riwayat
pertama oleh Al-Bazzaar adalah para perawi Ash-Shahiih”. Hal senada
dikatakan juga oleh Al-Mundziri dalam At-Targhiib wat-Tarhiib (3/112).
Dikeluarkan juga dari jalan yang lain : Ahmad (2/431) dari hadits Abu Hurairah
radliyallaahu ‘anhu; Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma’
(4/192-193) : “Diriwayatkan oleh Ahmad, para perawinya adalah para perawi
Ash-Shaihiih”. Dikeluarkan juga oleh Ahmad (5/285), Al-Bazzaar, dan
Ath-Thabarani sebagaimana dalam Al-Majma’ (5/205); Al-Haitsami berkata :
“Di dalam sanadnya terdapat perawi yang tidak disebutkan namanya, adapun yang
sanad yang lain dari Ahmad, perawinya adalah para perawi Ash-Shahiih”.
Hadits tersebut mempunyai syaahid dari hadits Ibnu ‘Abbas
radliyallaahu ‘anhuma yang diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam
Al-Kabiir dan Al-Ausath sebagaimana terdapat dalam
Al-Majma’ (5/206). Al-Haitsami berkata : “Para perawinya adalah
tsiqah”. Ia juga mempunyai syaahid yang lain dari hadits Abu
Umamah radliyallaahu ‘anhu yang dikeluarkan oleh Ahmad (5/267) dan
Ath-Thabarani sebagaimana terdapat dalam Al-Majma’ (5/205). Al-Haitsami
berkata : “Dalam sanadnya terdapat Yaziid bin Abi Maalik, ia
di-tsiqah-kan oleh Ibnu Hibban dan yang lainnya. Dan yang selainnya
adalah para perawi tsiqah”. Dalam bab ini terdapat hadits yang sangat
banyak.
[7]
Shahih. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1828), Ahmad (6/62, 93, 257,
dan 260), Ibnu Hibban (no. 553), Al-Baihaqi dalam As-Sunan (9/43), dan
Al-Baghawi dalam Syarhus-Sunnah (no. 2471); semuanya dari hadits ‘Aisyah
radliyallaahu ‘anhaa.
[8]
Shahih. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (no. 2259), An-Nasa’iy (7/160),
Ahmad (4/243), Ath-Thayalisi (no. 1064), Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir
(19/212, 296, 297, 298), Ibnu Hibban (no. 279), Al-Haakim (1/79), dan Al-Baihaqi
dalam As-Sunan (8/165); semuanya dari hadits Ka’b bin ‘Ujrah
radliyallaahu ‘anhu. At-Tirmidzi berkata : “Hadits shahih”. Hadits ini
dishahihkan oleh Al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Ia mempunyai
syaahid dengan sanad shahih sesuai syarat Muslim dari hadits Jaabir bin
‘Abdillah yang dikeluarkan oleh ‘Abdurrazzaq (no. 20719), Ahmad (3/321),
Al-Haakim (4/422), dan Ibnu Hibban (no. 1723).
[9] Shahih dengan dua jalan dan syahid-nya. Diriwayatkan
oleh Ahmad (4/364, 366), Abu Dawud (no. 4339), Ibnu Majah (no. 4009),
Ath-Thabarani (no. 2380-2385), Ibnu Hibban (no. 300), dan Al-Baihaqi dalam
As-Sunan (10/91); semuanya dari jalan Abu Ishaq, dari ’Ubaidullah bin
Jariir, dari ayahnya : Jariir bin ’Abdillah Al-Bajaliy. Sanad hadits ini adalah
dla’if, ’Ubaidullah adalah perawi berstatus majhul al-haal. Namun
ia diikuti oleh Mundzir bin Jarir (mutaba’ah) sebagaimana
dibawakan oleh Ahmad (4/361, 363), Ath-Thabarani (no. 2379). Hadits ini
mempunyai syahid dari hadits Abu Bakr Ash-Shiddiq sebagaimana dibawakan oleh
Al-Humaidiy (no. 3), Ahmad (1/2, 5, 7), Abu Dawud (no. 4338), At-Tirmidzi (no.
2168 dan 3057), Ibnu Majah (no. 4005), dan Ibnu Hibban (no. 304); hadits ini
shahih sesuai syarat Asy-Syaikhain.
[10] Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4336-4337), At-Tirmidzi (no. 3050-3051), Ibnu Majah
(no. 4006), Ahmad (1/391), Ath-Thabari (6/318-319), dan Abu Ya’la (no. 5035);
semuanya dari hadits ’Abdullah bin Mas’ud radliyallaahu ’anhu dengan
sanad munqathi’ (terputus). Abu ’Ubaidah tidak mendengar hadits dari
ayahnya. Dan yang raajih, sanad riwayat tersebut adalah
mauquf.
[11]
Hasan bi-thariiqaihi wa syaahidihi. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Aashim
dalam As-Sunnah (no. 35) dan Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir
(20/495), keduanya dari hadits Ma’qil bin Yasaar. Dalam sanadnya terdapat
Al-Aghlab bin Tamiim. Al-Bukhaariy berkata : “Munkarul-hadiits”. Ibnu
Ma’iin berkata : “Tidak ada apa-apanya (laisa bi-syai’)”. Ia (Al-Aghlab)
mempunyai mutaba’ah dari Manii’ sebagaimana disebutkan oleh Mushannif
(Adz-Dzahabiy) dari Ibnul-Mubaarak. Dan status manii’ ini adalah
majhuul. Hadits ini mempunyai syaahid dari hadits Abu Umaamah yang
diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir dan Al-Ausath
sebagaimana terdapat dalam Al-Majma’ (5/235). Al-Haitsamiy berkata :
“Para perawi dalam Al-Kabiir adalah tsiqaat”.
[12]
Dla’iif. Diriwayatkan oleh Ahmad (3/22 & 55), At-Tirmidziy (no.
1329), Abu Ya’laa (no. 1003 & 1081), Ath-Thabaraniy dalam Al-Ausath
dan Al-Kabiir sebagaimana dinyatakan dalam Al-Majma’ (5/236),
serta Al-Baihaqiy dalam As-Sunan (10/88); semuanya dari hadits Abu Sa’iid
Al-Khudriy. At-Tirmidziy berkata : “Hadits Abu Sa’iid adalah hadits hasan
ghariib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari jalan ini”. Aku berkata :
“Dalam sanadnya terdapat ‘Athiyyah Al-‘Aufiy, ia seorang yang lemah,
matruukul-hadiits”. Adapun yang shahih dari beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam adalah dengan lafadh :
أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
الْمُصَوِّرُونَ
“Orang
yang paling pedih/keras siksanya pada hari kiamat adalah para perupa (penggambar
dan pematung)”.
[13]
Dla’iif. Diriwayatkan oleh Abu Nu;aim (8/287) dan Al-Ashbahaaniy dalam
At-Targhiib wat-Tarhiib (no. 299) dari hadits Ibnu ‘Umar; dan dalam
sanadnya terdapat Ibraahiim bin ‘Abdirrahiim dan Ishaaq bin Ibraahiim Ar-Raaziy
yang aku tidak mendapatkan keterangan biografinya.
[14]
Shahiih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Ash-Shahiih (no.
2697) dan dalam Khalqu Af’aalil-‘Ibaad (hal. 43), Muslim (no. 1718), Abu
Dawud (no. 4606), Ibnu Maajah (no. 14), Ahmad (6/73 & 240 & 270),
Ath-Thayaalisiy (no. 1422), Abu ‘Awaanah (4/18-19), Ad-Daaruquthniy (4/224 &
225 & 227), Abu Ya’laa (no. 4594), Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah
(no. 52-53), Ibnu Hibbaan (no. 26-27), Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah
(no. 103), Al-Baihaqiy dalam As-Sunan (10/119), serta Al-Qadlaa’iy
dalam Musnad Asy-Syihaab (no. 359-361); semuanya dari hadits
‘Aaisyah.
[15]
Shahiih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy (no. 1870 & 3179), Muslim
(no. 1370), Abu Dawud (no. 2034), At-Tirmidziy (no. 2128), An-Nasaa’iy dalam
Al-Kubraa (no. 4278), Ahmad (no. 615 & 1037), Ibnu Abi Syaibah
(14/189), dan Abu Ya’laa (no. 263); semuanya dari hadits ‘Aliy bin Abi Thaalib
sewaktu mengkhabarkan lembaran (shahiifah) dari beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam yang masyhur.
[16]
Shahiih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy dalam Ash-Shahiih (no.
5997) dan dalam Al-Adabul-Mufrad (no. 91), Muslim (no. 2318), Abu Dawud
(no. 2518), At-Tirmidziy (no. 1911), Ibnu Hibbaan (no. 457), serta Al-Baghawiy
dalam Syarhus-Sunnah (no. 3446); semuanya dari hadits Abu
Hurairah.
[17]
Shahiih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy (no. 6013 & 7376), Muslim
(no. 2319), At-Tirmidziy (no. 1923), Ibnu Abi Syaibah (8/528), Al-Humaidiy (no.
802-803), Ath-Thayaalisiy (no. 661), Ahmad (4/361-362), Ibnu Hibbaan (no. 465),
dan Al-Baihaqiy (8/161); semuanya dari hadits Jariir bin ‘Abdillah.
[19]
Hasan. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2948), At-Tirmidziy (no.
1333), serta Al-Haakim (3/99) dan ia menshahihkannya yang kemudian disepakati
oleh Adz-Dzahabiy; semuanya dari hadits Abu Maryam ‘Amr bin Murrah
Al-Juhhaniy.
سبعة يظلهم الله في ظله يوم لا ظل إلا ظله إمام
عادل..........إلخ
“Ada
tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya pada hari
dimana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya : Imam yang
‘adil…….”.
Diriwayatkan
oleh Al-Bukhari (no. 660 & 1423 & 6479 & 6806), Muslim (no. 1031),
At-Tirmidziy (setelah hadits no. 2391), An-Nasa’iy (8/222-223), Ahmad (2/439),
Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya (no. 358), Ibnu Hibbaan (no. 4486), dan
Al-Baihaqiy (4/190 & 8/162); semuanya dari hadits Abu Hurairah.
[21]
Shahiih. Diriwayatkan oleh Ahmad (2/160), Muslim (no. 1827), dan
An-Nasaa’iy (8/221); semuanya dari hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Aash. Dan
lafadh hadits secara sempurna adalah sebagai berikut :
إن المقسطين عند الله على منابر من نور عن يمين الرحمن وكلتا
يديه يمين، الذين يعدلون في حكمهم وأهليهم وما وَلُوا
“Sesungguhnya
orang-orang yang berbuat ‘adil di sisi Allah berada di mimbar-mimbar yang
terbuat dari cahaya yang berada di sebelah kanan Ar-Rahmaan (Allah); dan kedua
tangan-Nya adalah kanan. Mereka adalah orang yang berbuat ‘adil dalam hukum
mereka, keluarga mereka, dan orang-orang yang berada di bawah kepemimpinan
mereka”.
[22]
Shahiih. Diriwayatkan oleh Ahmad (6/24 & 28), Muslim (no. 1855),
Ad-Daarimiy (2/324), Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah (no. 1071-1072),
Ibnu Hibbaan (no. 4589), dan Al-Baihaqiy dalam As-Sunan (8/158); semuanya
dari hadits ‘Auf bin Maalik Al-Asyja’iy.
[23]
Shaiih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 4686), Muslim (no. 2583),
At-Tirmidziy (no. 3110), Ibnu Maajah (no. 4018), Ath-Thabariy (no. 18559), Ibnu
Hibbaan (no. 5175), Al-Baihaqiy dalam As-Sunan (6/94), Al-Baghawiy dalam
Syarhus-Sunnah (4162) dan dalam Ma’aalimut-Tanziil (2/401);
semuanya dari hadits Abu Muusaa Al-Asy’ariy.
[24]
Shahiih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 1395 & 1458 & 1496
& 2448 & 2347 & 7371 & 7372), Muslim (no. 19), Abu Dawud (no.
1583), At-Tirmidziy (no. 625), An-Nasaa’iy (no. 5/55), dan Ahmad (1/233);
semuanya dari hadits Mu’aadz bin Jabal. Sabda beliau : “harta-harta
kesayangan mereka” ; maksudnya adalah : yang paling disayang/dicintai dan
paling utama.
[25]
Shahiih. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1830), Ahmad (5/64),
Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir (18/26), Ibnu Hibbaan (no. 4511), dan
Al-Baihaqiy dalam As-Sunan (8/161); semuanya dari hadits ‘Aaidz bin ‘Amr.
[26]
Shahiih. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 107), Ahmad (2/433), An-Nasa’iy
(5/86), Ibnu Hibbaan (no. 4413), Al-Baihaqiy dalam As-Sunan (8/161), dan
Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah (no. 3591); semuanya dari hadits Abu
Hurairah.
[27]
Shahiih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 7184), Ahmad (2/448 &
476), An-Nasaa’iy (7/162), Ibnu Hibbaan (no. 4482), Al-Baihaqiy (3/129 &
10/95), dan Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah (no. 2465); semuanya dari
hadits Abu Hurairah.
[28]
Shahiih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy (no. 2261 & 3038 & 4341
& 4343 & 4344 & 6124 & 6923 & 7149 & 7156 & 7157
& 7172), Muslim (no. 1733), Abu Dawud (no. 2930), An-Nasaa’iy (8/224), Ibnu
Hibbaan (no. 4481), Al-Baihaqiy (10/100), dan Al-Baghawiy dalam
Syarhus-Sunnah (no. 2466); semuanya dari hadits Abu Muusaa
Al-Asy’ariy.
[29]
Shahiih. Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy (no. 2259), An-Nasaa’iy
(7/165), Ahmad (4/243), Ath-Thayaalisiy (no. 1064), Ath-Thabaraniy dalam
Al-Kabiir (19/212 & 296 & 297 & 298), Ibnu Hibbaan (no. 279),
Al-Haakim (1/79), dan Al-Baihaqiy dalam As-Sunan (8/165); semuanya dari
hadits Ka’b bin ‘Ujrah. At-Tirmidziy berkata : “Hadits shahih”. Dishahihkan oleh
Al-Haakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabiy. Ia mempunyai syaahid dengan
sanad shahih atas syarat Muslim dari hadits Jaabir bin ‘Abdillah yang
diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq (no. 20719), Ahmad (3/321), Al-Haakim (4/422),
dan Ibnu Hibbaan (no. 1723).
[30]
Hasan. Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy dalam Al-Adabul-Mufrad
(no. 32 & 481), Abu dawud (no. 1536), At-Tirmidziy (no. 1905 &
3448), Ibnu Maajah (no. 3862), Ath-Thayaalisiy (no. 2517), Ahmad (2/258) &
348 & 478 & 517 & 523), Al-Qadlaa’iy dalam musnad Asy-Syihaab
(no. 306), Ibnu Hibbaan (no. 2699), dan Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah
(no. 1394); dari beberapa jalan, dari Yahyaa bin Abi Katsiir, dari Abu
Ja’far, dari Abu Hurairah. Para perawi dalam sanadnya tsiqaat, kecuali
padanya terdapat keterputusan. Jika Abu Ja’far di sini adalah Muhammad bin ‘Aliy
sebagaimana dikatakan Ibnu Hibbaan dalam ats-Tsiqaat, maka ia tidak
pernah bertemu dengan Abu Hurairah. Namun jika ia selain Muhammad bin ‘Aliy,
maka statusnya majhuul. Hadits ini mempunyai syaahid yang
diriwayatkan oleh Ahmad (4/154) dari jalan Zaid bin Salaam, dari ‘Abdullah bin
Zaid bin Azraq, dari ‘Uqbah bin ‘Aamir Al-Juhhaniy, ia berkata :
ثلاث مستجاب لهم دعوتهم المسافر والوالد والمظلوم
“Ada
tiga golongan orang yang doanya mustajab : Orang yang sedang bepergian
(musafir), orang tua, dan orang yang teraniaya”.
Para
perawinya tsiqaat selain Ibnul-Azraq, ia seorang yang majhuul
haal. Namun ia baik menjadi syaahid bagi hadits
sebelumnya.
0 comments:
Post a Comment