Kita semua tentu sudah sangat mengenal hadits di bawah ini, bahkan mungkin sudah banyak yang menghafalnya.

Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasalam bersabda :

    “Apabila seorang anak Adam mati maka terputuslah seluruh amalnya kecuali dari tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shalih yang selalu mendoakannya.” (Hadits shahih riwayat Muslim (1631))

Saya pernah membahas hadits ini secara global saat berbicara tentang passive income. Pada kesempatan ini saya ingin membahas secara lebih detail tentang anak sholih.

Inilah investasi kita di masa depan. Definisi masa depan di sini bukan hanya sebatas di dunia, namun investasi ini dapat kita nikmati hingga setelah kita di akhirat kelak.

Kesholihan Anak Memberi Manfaat kepada Kedua Orang Tua yang telah meninggal

Sesungguhnya orang tua akan mendapat balasan dari amalan shalih yang dilakukan oleh anaknya, karena anak itu termasuk dari usahanya dan harapannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, artinya:

    “Dan sesungguhnya manusia tidak memperoleh selain apa yang telah ia usahakan sendiri.” [An Najm: 39]

Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasalam bersabda:

    “Sesungguhnya sebaik-baik yang dimakan oleh seseorang adalah hasil dari usahanya sendiri, dan sesungguhnya seorang anak termasuk dari usahanya orang tua.” [HR. Abu Dawud, lihat Ahkamul Jana’iz karya Asy Syaikh Al Albani hal. 216]

Jerih payah orang tua dalam mendidik anak dengan pengajaran yang baik, merawat semenjak masih kecil bahkan semenjak masih di dalam kandungan, menjaga kesehatannya dari segala marabahaya dan upayanya mencarikan nafkah yang halal akan mendapat balasannya yang setimpal.
Seorang Anak Bisa Mengangkat Kedudukan Orang tuanya di Surga

Seorang anak mengangkat kedudukan orangtuanya dengan doanya. Tentu saja bila orang tuanya tidak berbuat syirik.

Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasalam bersabda :

    “Ada seseorang yang dinaikkan derajatnya setelah ia mati, maka ia bertanya: “Wahai Rabbku, ada apa ini?” Dikatakan kepadanya: “Anakmu memohonkan ampun untukmu.” [Shahih Ibnu Majah no. 3660, karya Asy Syaikh Al Abani].

Salah satu cara agar kelak kita mendapat doa dari anak adalah dengan mendoakan orang tua kita. Pada gilirannya nanti anak-anak akan mendoakan kita dan mengangkat kedudukan kita..
Berupaya memiliki anak yang Sholih

Orang hendaknya bersemangat mendapatkan sebab-sebab yang disyariatkan agar memiliki anak yang sholih. Ada beberapa kiat yang bisa dilakukan untuk mewujudkannya.



Dakwah Tauhid adalah dakwah seluruh rasul. Sehingga sudah selayaknya bagi para dai untuk memulai dakwah dengannya, mengutamakannya dan terus-menerus memperingatkannya.

Dienul Islam adalah dien yang sempurna sejak dasar hingga puncaknya. Yaitu sejak pondasi aqidah hingga puncak amalannya. Tidak ada pertentangan sedikitpun di dalamnya.

Syahadatullah ”Laa Ilaaha Illallah” memerintahkan kita untuk mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang dijabarkan dalam tiga macam tauhid. Yaitu Tauhid ’Uluhiyyah, Tauhid Rububiyyah dan Tauhid asma’ wa Shifat.

Hal ini menjadi syarat pertama diterimanya amal, yaitu ikhlas hanya karena Allah ta’ala. Konsekuensinya di antaranya adalah kita wajib menjauhi syirik yang besar dan yang kecil.

Syahadaturrasul ”Muhammadur Rasulullah” memerintahkan kita untuk menjadikan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sebagai satu-satunya yang kita ikuti. Dijabarkan dalam Tauhid Mutaba’atur Rasul (ittiba’/mengikuti Rasul)

Hal ini menjadi syarat kedua diterimanya amal, yaitu mengikuti petunjuk yang telah diajarkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Konsekuensinya kita wajib mengingkari bid’ah.

Inilah yang saya maksud dengan kesinambungan syariat Islam sejak dari dasarnya hingga kepada puncaknya. Seluruh perkara dalam Islam tidak akan lepas darinya.

Hal ini dapat pula dipandang sebagai hubungan antara aqidah dengan fiqih. Dimana aqidah adalah pondasi bagi bangunan fiqih yang ditegakkan di atasnya.

Dengan demikian makin jelaslah bagi kita, mengapa tiap kita memiliki masalah, maka diperintahkan untuk kembali kepada Allah dan Rasul-Nya dalam arti merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah menurut pemahaman salafush shalih (pendahulu yang shalih).

Salafush shalih (pendahulu yang shalih) adalah tiga generasi pertama Islam yang merupakan generasi terbaik umat manusia. Yaitu generasi shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in.

Kepada merekalah kita merujuk dan lewat dakwah mereka Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia hingga saat ini.

Kebahagiaan bagi orang tua bila memiliki anak-anak yang bisa menjadi penyejuk pandangan mata. Berbagai upaya syar’i hendaknya dilakukan penuh semangat termasuk dengan berdoa memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana yang telah diajarkan :
Dan orang-orang yang berkata: “Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk pandangan mata, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa. [QS. Al-Furqan:74]
Makna dari “penyejuk pandangan mata” bukan sekadar anak yang ganteng atau cantik serta berbadan sehat dan kuat. Lebih dari itu menjadi penyejuk pandangan adalah bila anak tersebut patuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kedua orang tuanya.

Untuk mendapatkan investasi masa depan ini ada beberapa upaya yang dapat dilakukan, antara lain :

Berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala

Berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar diberi rizki keturunan yang sholih. Sebagaimana Nabi Ibrohim ‘alaihi salam juga tidak putus asa berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar diberi keturunan yang sholih.
Hingga akhirnya saat beliau telah cukup tua, Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan kepadanya Nabi Ismail ‘alaihi salam dan Nabi Ishaq ‘alaihi salam. Cerita selanjutnya telah banyak diketahui.

Doa Orang Sholih

Membawa anak kepada orang yang dikenal kesholihannya. Tujuannya adalah agar bisa mencontoh atau didoakan oleh orang sholih tersebut. Bisa pula untuk menimba ilmu darinya.
Para shahabat senantiasa membawa anak-anaknya kepada Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasalam agar didoakan. Tidak heran bila akhirnya terbentuk generasi yang tangguh dan sempat menguasai dunia.

Menjadi Orang Tua yang Sholih

Dalam upaya memiliki anak yang sholih, maka kita seyogyanya juga harus sholih. Hendaknya kita terus-menerus belajar dan mengamalkan semampu kita.
Dengan memiliki ilmu dan mengamalkannya, maka kita paling tidak memiliki tiga keunggulan. Pertama, kesholihan itu akan menurun kepada anak-anak. Kedua, menjadi teladan bagi anak-anak. Ketiga, bisa mewariskan ilmu kepada anak-anak.
Berkaitan secara tidak langsung dengan menjadi orang tua yang sholih adalah mencarikan rizki yang halal dan memberi makan mereka dengan rizki itu. Memberi makan dari rizki yang haram akan berakibat buruk bagi mereka. Di antaranya adalah doanya tidak akan dikabulkan.

Memilih Pasangan

Kita dapat berbuat baik kepada anak-anak bahkan sejak mereka belum dilahirkan. Yaitu dengan memilih pasangan yang sholih/sholihah. Ayah yang sholih akan mencarikan rizqi yang halal untuk anak-istrinya. Sedangkan ibu yang sholihah akan mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada anak-anaknya.
Jadi, upaya untuk memiliki anak-anak yang sholih dimulai sejak memilih pasangan hidup kita. Maka berhati-hatilah dalam memilih pasangan.

Pendidikan

Termasuk tugas utama sebagai orang tua adalah mendidik anaknya. Yang pertama adalah mengenalkan Allah dan Rasul-Nya serta kepada Dienul Islam. Kemudian mengajar mereka dengan ilmu yang bermanfaat lainnya.
Termasuk pula di sini adalah bagusnya cara memberi sanksi. Namanya anak-anak pasti ada sikap perilaku yang kurang baik. Maka pemberian sanksi itu harus bersifat mendidik dan bukan sekadar pelampiasan kemarahan semata.

Teladan

Orang tua adalah teladan bagi anak-anaknya. Rumah adalah madrasah pertama bagi anak-anak. Tidak heran bila segala sikap dan kebiasaan orang tua akan dicontoh dan menjadi teladan mereka. Lebih dari itu seorang anak biasanya ingin ikut kemanapun orang tuanya pergi.
Bila orang tua terbiasa shalat berjamaah di masjid, hampir bisa dipastikan sang anak juga tidak mau ketinggalan. Dengan demikian kita tidak perlu menyuruh anak untuk melaksanakan shalat. Ajak saja ke masjid, pasti anak akan ikut melaksanakan shalat.

Doa Jima’

Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasalam telah mengajarkan kepada kita agar berdoa sebelum berjima’. Tujuannya adalah agar syaithon tidak “ikut campur”.
Kemudian dengan doa ini diharapkan bila Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi karunia berupa anak, maka syaithon tidak akan mampu menggodanya.
Doa sebelum berjima'
Doa sebelum berjima'
Artinya : Dengan nama Allah. Ya Allah jauhkanlah kami dari syaithon dan jauhkanlah dari syaithon apa yang akan Engkau karuniakan kepada Kami.

Nama Anak

Yaitu memberi anak dengan nama yang baik. Memang nama yang baik bukan jaminan akan membuat pemiliknya menjadi orang yang sholih. Namun nama yang jelek bisa memengaruhi pemiliknya menjadi jelek perangai atau nasibnya.
Nama ibarat doa. Bila kita memberinya nama yang baik, maka tiap kali memanggilnya kita seperti mendoakan kebaikan untuknya. Beruntung kita bila ketika memanggilnya bertepatan dengan waktu doa yang dikabulkan. Namanya juga usaha.
Semoga yang sedikit ini membawa manfaat.
Al-Imaam Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata :
وقال محمد بن الفضل الصوفي الزاهد ذهاب الاسلام على يدي اربعة اصناف من الناس صنف لا يعملون بما يعلمون وصنف يعملون بما لا يعلمون وصنف لا يعملون ولا يعلمون وصنف يمنعون الناس من التعلم قلت الصنف الاول من له علم بلا عمل فهو اضر شيء على العامة فإنه حجة لهم في كل نقيصة ومنحسة والصنف الثاني العابد الجاهل فإن الناس يحسنون الظن به لعبادته وصلاحه فيقتدون به على جهله وهذان الصنفان هما اللذان ذكرهما بعض السلف في قوله احذروا فتنة العالم الفاجر والعابد الجاهل فإن فتنتهما فتنة لكل مفتون فان الناس إنما يقتدون بعلمائهم وعبادهم فإذا كان العلماء فجرة والعباد جهلة عمت المصيبة بهما وعظمت الفتنة على الخاصة والعامة والصنف الثالث الذين لا علم لهم ولا عملوإنما هم كالانعام السائمة والصنف الرابع نواب ابليس في الارض وهم الذي يثبطون الناس عن طلب العلم والتفقه في الدين فهؤلاء اضر عليهم من شياطين الجن فانهم يحولون بين القلوب وبين هدى الله وطريقه فهؤلاء الاربعة اصناف هم الذين ذكرهم هذا العارف رحمة الله عليه وهؤلاء كلهم على شفا جرف هار وعلى سبيل الهلكة وما يلقى العالم الداعي الى الله ورسوله ما يلقاه من الاذى والمحاربة الا على ايديهم والله يستعمل من يشاء في سخطه كما يستعمل من يحب في مرضاته إنه بعباده خبير بصير ولا ينكشف سر هذه الطوائف وطريقتهم إلا بالعلم فعاد الخير بحذافيره الى العلم وموجبه والشر بحذافيره الى الجهل وموجبه
“Telah berkata Muhammad bin Al-Fadhl Ash-Shuufy Az-Zaahid : Hilangnya Islam itu disebabkan oleh empat golongan manusia :
1. Orang yang tidak beramal dengan apa-apa yang ia ketahui.
2. Orang yang beramal dengan apa apa-apa yang tidak ia ketahui (beramal tanpa ilmu).
3. Orang yang tidak beramal dan juga tidak berilmu.
4. Orang yang menghalangi manusia untuk belajar menuntut ilmu.
Aku (Ibnul-Qayyim) berkata :
Golongan Pertama, adalah orang yang mempunyai ilmu namun tidak mau beramal. Mereka ini lebih berbahaya terhadap masyarakat, sebab ia menjadi hujjah bagi mereka dalam setiap kekurangan dan kesulitan.
Golongan Kedua, adalah ahli ibadah namun bodoh (jahil). Manusia berprasangka baik dengannya karena ibadah dan kebaikan yang dilakukannya. Maka mereka pun mengikutinya disebabkan atas dasar kejahilan yang dilakukan oleh orang tersebut.
Kedua golongan di atas telah disebutkan oleh sebagian ulama salaf dengan perkataan mereka : ”Hati-hatilah terhadap seorang ’alim yang fajir dan seorang ahli ibadah yang jahil, karena fitnah keduanya merupakan fitnah bagi setiap orang yang terfitnah”. Sesungguhnya manusia itu akan mengikuti ulama dan ahli ibadah di kalangan mereka. Apabila ulama itu adalah seorang yang fajir (senang bermaksiat) dan ahli ibadah itu adalah seorang yang jahil, maka meratalah musibah (bagi manusia) akibat keduanya. Menjadi besarlah fitnah, baik bagi kalangan tertentu dan juga masyarakat awam.
Golongan Ketiga, adalah orang yang tidak berilmu lagi tidak beramal yang mereka ini seperti binatang ternak.
Golongan Keempat, adalah para utusan Iblis di muka bumi yang (bertugas) melemahkan semangat manusia dalam menuntut ilmu dan ber-tafaqquh fid-diin (mendalami ilmu agama). Mereka ini lebih berbahaya dibandingkan syaithan-syaithan dari golongan jin. Mereka senantiasa memberikan tipu muslihat antara hati-hati manusia dan petunjuk/jalan Allah (yang lurus).
Keempat golongan yang disebutkan oleh Muhammad bin Al-Fadhl – rahmatullaahi ’alaih –, kesemuanya berada pada tepi jurang dan di atas jalan kebinasaan. Dan tidaklah akan ditemui suatu bahaya dan permusuhan yang menimpa seorang yang ’alim yang menyeru kepada Allah dan Rasul-Nya, kecuali disebabkan oleh (kejahatan) tangan-tangan mereka. Allah akan menjadikan siapapun yang dikehendaki-Nya (untuk beramal dengan amalan) yang menjadi sebab kebencian mereka terhadapnya sebagaimana Dia akan menjadikan orang yang Dia cintai untuk beramal dengan apa-apa yang menjadi keridlaan-Nya. (Allah ta’ala telah berfirman : ) ”Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-Nya lagi Maha Melihat” (QS. Asy-Syuuraa : 27). Tidak ada yang dapat menyingkap rahasia dan thariqah golongan-golongan ini kecuali dengan ilmu. (Dengan hal itu), maka kembalilah kebaikan dengan segala unsurnya kepada ilmu dan segala pendorongnya; dan kembalilah kejelekan dengan segala unsurnya kepada kebodohan dengan segala pendorongnya pula”.
[selesai – Miftaah Daaris-Sa’aadah oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, 1/160-161; Daarul-Kutub Al-’Ilmiyyah, Beirut - Abu Al-Jauzaa’, Perumahan Ciomas Permai, Ciapus, Ciomas, Bogor, 16610 – http://abul-jauzaa.blogspot.com].

Semoga kita tidak termasuk salah satu di antara empat golongan tersebut.....